Berjalan di setapak berlubang, ketika berbelok sedikit ke kiri, kaki Andi tersandung dan tak sengaja terjatuh di depan pijakan kaki seorang wanita, dia adalah Puput, yang telah lama menjadi pujaan hatinya. Segera saja wanita sekelasnya itu menghindar karena ia tidak menyukai lelaki dengan gaya yang terlalu biasa saat di kampus. Puput, wanita itu menyukai seorang pria karena wajahnya yang ganteng dan gayanya paling keren di dalam kelas, ia adalah furqan.
Suatu hari yang mendung, kelas mereka mendapat tugas kelompok dari dosen dengan anggota maksimal dua, tak terkira Andi (anak yang cukup pandai di kelas) sekelompok dengan Puput. Segera saja Puput merasa geli dengan hal itu, sementara Andi merespon baik tugas itu. Tak terhalang sesuatu, mereka mengerjakan tugas tersebut di rumah Puput sambil membelokkan percakapan kearah Furqan.
“Furqan itu keren sekali, andai saja saya sekelompok dengan dia” sambil puput menengadah ke langit-langit rumah.
“maaf Put, kita harusnya terima saja karena ini adalah tugas” dengan nada yang lembut.
“sudah, kamu kerjakan saja tugas itu, eneg sama kamu. Saya mau tidur dulu, bangunkan kalau sudah jadi” sambil mulai membaringkan tubuhnya di sofa.
Dengan sabar bercampur sakit hati, Andi mengerjakan tugas itu hingga selesai dan membangunkan Puput kemudian ia pulang ke rumahnya. Harapannya untuk menikmati masa berdua dengan Puput di hari itu, menjadi sia-sia. Tetapi konsentrasinya tetap penuh; tak terpecah sedikitpun untuk mengerjakan tugas secara maksimal.
Beberapa hari berlalu dan seperti biasanya, Andi tidak mendapat apa-apa dari jiwa yang ia harapkan. Akhirnya ia lesu di dalam kelas sampai-sampai ia tertidur ketika dosen menjelaskan materi. Segera saja bapak dosen mendekat dan membangunkan Andi dengan sedikit marah.
Sambil memukul kepala Andi dengan buku,“tidur? coba kamu jelaskan perbedaan antara matang dan masak?” dengan pandangan bola mata sedikit membesar dari ukuran normal.
“matang adalah penggunaan kata untuk psikologis sedangkan masak adalah penggunaan kata untuk biologis pak” sambil menunduk karena mengakui kesalahannya.
Di hari itu, ia mampu menjawab semua pertanyaan dosen dengan baik. Puput melihat kejadian itu, dan ia mulai kagum kepadanya. Perkuliahan selesai, Andi menuju ke toko buku untuk mencari bacaan tentang bagaimana meluluhkan hati wanita. Disana, pandangan matanya tertuju pada sebuah buku yang menganjurkan untuk banyak membaca dan berpenampilan rapi agar wanita tertarik. Andi pulang ketika malam mulai menjemput, segera saja ia merapikan rambutnya dan menyetrika sebuah kemeja lalu tidur.
Ketika kicau burung di pagi hari mulai terdengar, ia berangkat ke kampus dengan gaya yang sangat rapi dan terlihat berwibawa. Puput melihat perubahan itu, dan ia semakin kagum dengan sosok Andi yang dulu membuatnya geli. Selama proses perkuliahan, Puput sesekali melirik rambut Andi yang begitu rapi dibumbui kemeja yang rapi pula.
Setelah perkuliahan selesai, Andi menunggu respon dari Puput, namun Puput segera meninggalkan kelas. Dari kejauhan, Andi melihat Puput sedang mondar-mandir di depan gerbang kampus sementara hari mulai gelap, ia segera menghampiri dengan sepeda motornya.
“kenapa mondar-mandir Put?” dengan penampilan percaya diri.
“kenapa Tanya-tanya?” Puput memalingkan wajah tapi hati ingin merespon baik.
“tidak. Saya hanya mau pulang. Siapa tahu penjemput kamu telat, sini numpang dengan saya saja” sambil Andi menyapu keringat di dahinya.
“Kamu tahu kan, saya eneg sama kamu” sambil melangkah menjauhi Andi.
“Ya sudah, kalau begitu saya pulang. Hati-hati, daerah gerbang ini banyak hantunya” hanya bercanda dengan menggerakkan tangan sembari menarik gas motor.
“Kamu tega tinggalkan saya sendiri?” menunjukkan wajah takut.
“baik , tapi agak sedikit kencang yah. Karena langit mulai mendung”.
Tak berselang beberapa waktu, mesin motor Andi berhenti bekerja, pada saat yang sama hujan mengguyur tubuh mereka. Akhirnya Andi menyuruh Puput untuk berteduh di telepon umum dengan kapasitas satu orang, sementara Andi memeriksa keadaan motor sambil menerima hantaman hujan yang lumayan deras. Puput iba kepada Andi, ia segera keluar dari perteduhannya melawan hujan dan menuju ke sisi Andi dengan niat menemaninya mengecek keadaan motor.
Hujan berlalu dan mesin motor Andi kembali pulih. Tetapi mereka tidak langsung melanjutkan perjalanan karena pakaian mereka basah sehingga tubuh mereka cukup dingin. Akhirnya mereka duduk di pinggir trotoar dan Andi menawarkan air minum yang dibawa dari rumahnya, kepada Puput.
Andi menatap air yang hampir menetes di ujung hidung Puput sambil berkata,”Put, saya bukan Furqan yang berekonomi tinggi, keren, ganteng dan modis. Saya adalah Andi, seorang pria yang berusaha tampil sebaik mungkin di depan kamu. Sekalipun kamu selalu membuat saya sakit hati, saya tidak pernah punya niat membalas itu. Saya mencoba menata rambut, mengenakan kemeja yang rapi karena ingin membuat Puput lebih senang kepada saya. Itu cukup menyiksa saya, karena tidak biasa saya melakukannya. Tapi demi menyatakan cinta, saya akan berusaha merubah penampilan seperti Furqan” sambil menjulurkan ibu jarinya ke hidung Puput agar air itu tidak menetes ke aspal.
“Kamu tidak perlu menjadi Furqan, kamu tidak perlu menyiksa diri, karena saya sudah mengakui cintamu yang begitu tulus kepadaku. Jujur, saya menyadari kesalahan di tempo hari. Tak perlu kecewa lagi Andi, karena mata hatiku telah terbuka dengan sentuhan perilakumu” sambil menyandarkan kepalanya ke bahu kiri Andi.
Karya: Fahrul Syarif_Psychofren
0 komentar:
Posting Komentar