Amir naik motor (terus?) |
Amir Bukan Manusia Biasa (part XII)
Kali ini menceritakan kisah Amir dibalik peristiwa INSTING (read: INSiden TIga belas November). Ketika rekan-rekan mahasiswa meneriakkan retorika perjuangan terhadap isu kenaikan bahan bakar mahal (BBM) itu, mereka menutup jalan dan membuka jalan perjuangan. Teriknya matahari membungkus tekad para mahasiswa itu untuk membakar penindasan para penguasa yang bersembunyi di balik mendungnya awan politik, awan penuh badai dan petir yang kapan saja bisa digunakan untuk membunuh rakyatnya. Namun, semangat dan tekad para pejuang rakyat itu terhenti ketika badai kecil penuh tameng datang menghantam dan melukai jiwa dan raga para pejuang.
Badai berlalu luka pun membekas.
Bekasnya tidak akan terhapuskan dengan belaian kasih sayang yang penuh tipuan,
bekas ini akan hilang ketika Amir datang traktir kita-kita semua.. wahaha. Oh
iya, Amir merupakan saksi kejamnya INSTING, ketika segerombolan tameng datang
menyerang kampus. Kala itu Amir hanya bisa diam tanpa kata melihat brutalnya
seragam yang bersenjata itu. Memang Amir tidak menjadi sasaran dari kebutaan
mereka ketika menangkap mahasiswa, tapi Amir berusaha meneriaki para penegak
hukum nan pengayom masyarakat itu dengan sekuat tenaga, agar teman-temannya
yang tidak tahu apa-apa tidak diseret begitu saja. Namun, usahanya sia-sia dan
membuat Amir tambah geram dan dengan segera dia ingin melempar batu dan
mengganti berita di tv yang dari tadi dia tonton.
Jangan salah, memang Amir tidak
ada di lokasi saat laskar gas air mata menyerang kampus. Tapi, Amir berusaha
membela teman-temannya yang kebetulan ditangkap polisi. Kita tahulah bagaimana
cara Amir membela? Bukan dengan traktiran sebotol coca-cola oplosan, tapi Amir
membela dengan mulia dan sederhana saja. Mimpi, iyah Amir hanya tidur dan
bermimpi, di dalam mimpinya itu ia berusaha agar teman-temannya tetap ditahan
dan tak akan keluar. Beberapa diantara kita tahukan ketika seseorang bermimpi
sesuatu, maka yang terjadi adalah kebalikan dari apa yang terjadi dalam mimpi
itu. Iyah, itulah yang Amir lakukan untuk membantu kawan-kawannya yang
menjalani pemeriksaan di balik pagar yang di depannya bertuliskan Polrestabes
Makassar.
Intinya toh, Amir tidak adai di
kampus pada saat penyerangan terjadi, dan dia tidak datang di polrestabes saat
sebagian mahasiswa psikologi dan dosen datang menjenguk mahasiswa yang
ditangkap begitu saja. Tetap berpikir positif sajalah :) setidaknya Amir pernah
berjuang, meski tak pernah ternilai dai mata kalian #EdisiSemangat
Cerita Selanjutntya
Amir Bukan Manusia Biasa (part XV)
Cerita Selanjutntya
Amir Bukan Manusia Biasa (part XV)
1 komentar:
terharu :') akhirnya edisi ini keluar juga
Posting Komentar